MOTIVASI DAN STRATEGI EARNING MANAGEMENT PADA ENTITAS BISNIS

Standard

BAB I

 PENDAHULUAN

1.1 Latar  Belakang

         Manajer mempunyai kepentingan kuat dalam pemilihan kebijakan akuntansi. Berdasarkan hal itu, manajer dapat memilih kebijakan akuntansi dari sekumpulan kebijakan (contohnya GAAP), maka alamiah jika kita menduga kalau mereka akan memilih kebijakan yang dapat memaksimalkan utilitas mereka dan atau nilai pasar dari perusahaan. Hal ini disebut sebagai manajemen laba. Pemahahaman terhadap manajemen laba penting bagi akuntan, karena hal ini memudahkan perbaikan pemahaman terhadap kegunaan income bersih, baik untuk pelaporan kepada investor maupun untuk pengadaan kontrak.

Maka harus disebutkan bahwa pilihan kebijakan akuntansi diinterpretasikan cukup luas. Meskipun pembagian jalur ini masih belum tepat, tapi hal ini memudahkan pembagian pilihan kebijakan akuntansi kedalam dua kategori. Pertama adalah pilihan kebijakan akuntansi itu sendiri, seperti amortisasi garis lurus versus amortisasi saldo menurun, atau kebijakan untuk pengakuan pendapatan (revenue). Kategori lainnya adalah akrual diskresioner, seperti cadangan untuk kerugian kredit, jaminan, nilai persediaan dan timing serta jumlah item-item luar biasa seperti penangguhan dan cadangan untuk reorganisasi.Ada dua cara berpikir pelengkap tentang manajemen laba. Pertama, kita dapat memikirkannya sebagai perilaku oportunistik oleh manajer untuk memaksimalkan utilitas mereka dalam menghadapi kompensasi dan kontrak hutang serta biaya politik.

Bagaimanapun juga, kita juga dapat berpikir tentang manajemen laba dari perspektif pengadaan kontrak yang efisien. Ketika menetapkan kontrak kompensasi, perusahaan akan mengantisipasi insentif manajer untuk mengelola earning dan memperbolehkan hal ini ada dalam jumlah yang akan mereka tawarkan. Pemberi pinjaman akan melakukan hal yang sama dalam memutuskan tingkat bunga yang mereka minta. Manajemen laba juga memberikan pada manajer sejumlah fleksibilitas untuk melindungi diri mereka sendiri dan perusahaan dalam menghadapi realisasi keadaan yang tidak dapat diantisipasi, untuk menguntungkan semua pihak yang mengadakan kontrak.

            Lebih lanjut, manajer juga mampu mempengaruhi nilai pasar dari saham perusahaan mereka dengan manajemen laba. Contoh, mereka ingin menciptakan kesan earning yang mulus dan berkembang sepanjang waktu. Berdasarkan efisiensi pasar sekuritas, hal ini mengharuskan mereka menggunakan informasi dari dalam. Jadi manajemen laba dapat menjadi sarana untuk mengkomunikasikan informasi dalam dari manajemen ke investor. Pertimbangan ini mengarah pada kesimpulan yang menarik dan mungkin mengejutkan bahwa hanya sedikit dari manajemen laba yang merupakan hal yang bagus.

   Tentu saja, aspek efisiensi dari manajemen laba terlalu dikedepankan, karena manajemen laba itu mengurangi reliabilitas. Oleh karena itu, ada “hukum besi” disekitar manajemen laba, yang telah dikenal lama sejak pengenalan akuntansi. Hal ini adalah kebalikan akrual. Jadi, manajer yang pergi terlalu jauh mengelola earning saat ini agar meningkat akan menemukan bahwa kebalikan dari akrual ini akan mendorong earning di masa depan menurun ketika earning saat ini ditingkatkan. Selanjutnya, bahkan lebih banyak manajemen earning yang diperlukan jika pelaporan kerugian ditangguhkan di masa depan. Sebagai akibatnya, jika perusahaan mempunyai kinerja yang buruk, maka manajemen laba tidak dapat menunda dalam jangka waktu yang tidak terbatas saat penghitungannya. Jadi kemungkinan bahwa ada sebagian kecil manajemen laba yang bagus tidak dapat digunakan untuk merasionalisasi pelaporan keuangan yang menyesatkan atau yang mengandung perbuatan curang. Dalam hal ini ada jalur halus antara manajemen laba dengan kesalahan manajemen dalam pengelolaan laba. Pada akhirnya, lokasi jalur/garis ini harus ditentukan oleh badan pembentuk standar (standar setting), komisi sekuritas dan pengadilan.

Manajemen laba dapat terjadi karena penyusunan statemen keuangan menggunakan dasar akrual. Dengan menggunakan dasar akrual, transaksi atau peristiwa lain diakui pada saat transaksi atau peristiwa lain tersebut terjadi bukan pada saat kas atau setara kas diterima atau dikeluarkan. Sebagai konsekuensi penggunaan dasar akrual ini, dalam statemen keuangan, laba dalam suatu perioda dapat mengandung unsur kas dan akrual (non kas).

Unsur akrual dapat terjadi berdasarkan kebijakan manajemen (discretionary accruals) atau non-kebijakan manajemen (nondiscretionary accruals). Peningkatan penjualan secara kredit seiring dengan pertumbuhan perusahaan (tanpa perubahan kebijakan) dapat merupakan contoh nondiscretionary accruals, sedangkan perubahan biaya kerugian piutang yang disebabkan oleh perubahan kebijakan akuntansi yang dilakukan oleh manajemen dalam penentuan biaya kerugian piutang dapat dijadikan contoh discretionary accruals. Dasar akrual ini mempunyai implikasi bahwa laba akuntansi antara lain ditentukanoleh besaran akrual baik yang discretionary maupun nondiscretionary.

Manajemen laba dilakukan dengan tujuan tertentu. Misalnya, manajemen laba yang dilakukan dengan menggunakan akrual yang menaikan laba untuk tujuan mendapatkan harga saham yang relatif tinggi pada waktu penerbitan saham. Hasil penelitian bahwa terdapat manajemen laba dalam statemen keuangan perusahaan sebagai go public dengan menggunakan akrual yang menaikan laba.

Manajemen laba dapat juga dilakukan dengan tujuan mendapatkan keuntungan terkait dengan kepemilikan saham manajemen. Hal ini dapat dilakukan, misalnya, dalam rangka program opsi saham karyawan. Dalam program ini, harga pengambilan opsi biasanya ditentukan pada saat penawaran program. Hal ini mendorong menajemen untuk melakukan manajemen laba sebelum tanggal hibah opsi yaitu penurunkan laba agar supaya mempengaruhi harga saham dan dengan demikian manajemen dapat menerima opsi pada waktu harga saham relatif

1.2. Rumusan Masalah

            Berdasarkan uraian pada  latar belakang diatas maka dapat di rumuskan permsalahan yang terkait dengan  Earning Managemen (Manajemen Laba) yakni :

1.      Apakah motivasi adanya Earning Management pada Entitas Bisnis

2.      Bagaimanakah Strategi Earning Management yang sering di lakukan pada Entitas Bisnis

1.3  Tujuan

           Adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan makalah ini yaitu :

1.    Untuk mengetahui faktor yang memotivasi adanya Earning Managemen pada Entistas Bisnis

2.   Untuk mengetahui bagaimanakah strategi Earning Managemen pada Entitas Bisnis di lakukan

 


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Earning Management 

Scott (2006: 344) membagi cara pemahaman atas manajemen laba atau earning manajemen  menjadi dua. Pertama, melihatnya sebagai perilaku oportunis manajer untuk memaksimalkan utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi, kontrak utang, dan political costs (oportunistic Earnings Management). Kedua, dengan memandang manajemen laba dari perspektif efficient contracting (Efficient Earnings Management), dimana manajemen laba memberi manajer suatu fleksibilitas untuk melindungi diri mereka dan perusahaan dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak terduga untuk keuntungan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak. Dengan demikian, manajer dapat mempengaruhi nilai pasar saham perusahaannya melalui manajemen laba, misalnya dengan membuat perataan laba (income smoothing) dan pertumbuhan laba sepanjang waktu. 

Definisi manajemen laba yang hampir sama juga diungkapkan oleh Schipper (1989) yang menyatakan bahwa manajemen laba merupakan suatu intervensi dengan tujuan tertentu dalam proses pelaporan keuangan eksternal, untuk memperoleh beberapa keuntungan privat (sebagai lawan untuk memudahkan operasi yang netral dari proses tersebut).

Aktivitas laba dapat terjadi karena tiga faktor yaitu dengan cara: pemanfaatan transaksi akrual, perubahan metoda akuntansi, dan penerapan suatu kebijakan. Earning management merupakan tindakan manajer untuk meningkatkan (mengurangi) laba yang dilaporkan saat ini atas suatu unit dimana manajer bertanggung jawab, tanpa mengakibatkan peningkatan (penurunan) profitabilitas ekonomis jangka panjang unit tersebut.

Jika Sugiri (1998) memberikan definisi earning management secara teknis, maka Surifah (1999) memberikan pendapatnya mengenai dampak earning management terhadap kredibilitas laporan keuangan. Menurut Surifah (1999) earning management dapat mengurangi kredibilitas laporan keuangan apabila digunakan untuk pengambilan keputusan, karena earning management merupakan suatu bentuk manipulasi atas laporan keuangan yang menjadi sasaran komunikasi antara manajer dan pihak eksternal perusahaan Konsep earning management menurut Salno dan Baridwan (2000:19): menggunakan pendekatan teori keagenan (agency theory) yang menyatakan bahwa ”praktek earning management dipengaruhi oleh konflik antara kepentingan manajemen (agent) dan pemilik (principal) yang timbul karena setiap pihak berusaha untuk mencapai atau mempertimbangkan tingkat kemakmuran yang dikehendakinya”. Agency theory memiliki asumsi bahwa masing-masing individu semata-mata termotivasi oleh kepentingan dirinya sendiri sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara principal dan agent. Pihak principal termotivasi mengadakan kontrak untuk menyejahterakan dirinya dengan profitabilitas yang selalu meningkat. Agent termotivasi untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan ekonomi dan psikologisnya, antara lain dalam hal memperoleh investasi, pinjaman, maupun kontrak kompensasi. Konflik kepentingan semakin meningkat terutama karena principal tidak dapat memonitor aktivitas manajemen sehari-hari untuk memastikan bahwa manajemen bekerja sesuai dengan keinginan pemegang saham (pemilik).

Dalam hubungan keagenan, principal tidak memiliki informasi yang cukup tentang kinerja agent. Agent mempunyai lebih banyak informasi mengenai kapasitas diri, lingkungan kerja, dan perusahaan secara keseluruhan. Hal inilah yang mengakibatkan adanya ketidakseimbangan informasi yang dimiliki oleh principal dan agent. Ketidakseimbangan informasi inilah yang disebut dengan asimetri informasi. Adanya asumsi bahwa individu-individu bertindak untuk memaksimalkan dirinya sendiri, mengakibatkan agent memanfaatkan adanya asimetri informasi yang dimilikinya untuk menyembunyikan beberapa informasi yang tidak diketahui principal. Asimetri informasi dan konflik kepentingan yang terjadi antara principal dan agent mendorong agent untuk menyajikan informasi yang tidak sebenarnya kepada principal, terutama jika informasi tersebut berkaitan dengan pengukuran kinerja agent. Salah satu bentuk tindakan agent tersebut adalah yang disebut sebagai earning management (Widyaningdyah, 2001).

Menurut Healy dan Wahlen yang dikutip oleh Riduwan (2001)menyatakan bahwa earning management terjadi ketika para manajer menggunakan keputusannya dalam pelaporan keuangan dan dalam melakukan penyusunan transaksi untuk mengubah laporan keuangan baik untuk menimbulkan gambaran yang salah bagi stakeholder tentang kinerja ekonomis perusahaan, ataupun untuk mempengaruhi hasil kontraktual yang bergantung pada angka-angka akuntansi yang dilaporkan.

2.2 Akrual Pada Akuntansi

2.2.1 Non Discretionary Accruals

Manajemen yang mempunyai motivasi signaling mencatat discretionary accruals untuk mencerminkan secara lebih baik impak kejadian ekonomi pokok terhadap kinerja perusahaan. Manajemen mencatat discretionary accruals untuk menyampaikan informasi privat mengenai kemampu labaan perusahaan yang akan datang, atau agar laba menjadi ukuran yang lebih dapat dipercaya dan tepat waktu mengenai kinerja perusahaan kini daripada laba non discretionary accruals.

Non discretionary accruals disebut juga dengan normal accruals, yang berarti bahwa non discretionary accruals hanya mengakui transaksi untuk kondisi yang normal saja yaitu kondisi yang sudah ada di dalam kebijakan manajemen perusahaan. Oleh karena itu, laba berdasarkan non discretionary accruals tidak bisa mendeteksi transaksi diluar kondisi yang normal atau di luar kebijakan manajemen perusahaan. Oleh karena itu untuk mendeteksi earnings management berdasarkan non discretionary accruals jauh lebih mudah dibandingkan berdasarkan discretionary accruals karena semua transaksi sesuai dengan kebijakan manajemen perusahaan

2.2.2   Discretionary Accruals

Discretionary accruals disebut juga dengan abnormal accruals sering digunakan sebagai proksi manajemen laba opurtunistik dalam beberapa penelitian sebelumnya sesuai dengan konteksnya masing-masing, tetapi manajer mungkin mempunyai motivasi lain untuk mencatat discretionary accruals yaitu untuk memberikan sinyal mengenai kinerja perusahaan saat ini dan masa yang akan datang. Menurut chen and cheng (2002) manajer mempunyai dua motivasi untuk mencatat discretionary accruals yaitu: pertama, motivasi kinerja yaitu manajemen mencatat discretionary accruals untuk mencerminkan laba secara lebih baik dampak kejadian-kejadian ekonomi penting terhadap laba. Kedua, motivasi manajemen laba opurtunistik yaitu bahwa manajemen mencatat discretionary accruals untuk memaksimalkan manfaat yang mereka peroleh dengan tidak bermaksud untuk mengungkapkan informasi privat.

2.3 Motivasi Earning Management

Menurut Scott (2003:377) beberapa motivasi yang mendorong manajemen melakukan earning management, antara lain sebagai berikut :

2.3.1  Motivasi Program Bonus

Healy (1985) menunjukkan secara empiris bahwa sebelum melakukan manajemen laba, manajer mempunyai informasi dari dalam perusahaan atas laba bersih perusahaan. Penelitian ini juga menunjukkan kecenderungan manajemen yang secara oportunistik mengelola laba bersih untuk memaksimalkan bonus mereka berdasarkan program kompensasi perusahaan. Healy (1985) berusaha untuk membuktikan dan memprediksi metoda akuntansi yang akan dipilih manajer. Penelitian ini merupakan perluasan dari bonus plan hypothesis. Jika pada suatu tahun tertentu laba bersih perusahaan rendah (di bawah bogey) maka tindakan manajer adalah menurunkan pendapatan, sehingga laba perusahaan akan menjadi lebih rendah (taking a bath) yang bermaksud untuk mencapai bonus pada tahun berikutnya. Sedangkan jika pada satu tahun tertentu laba bersih perusahaan tinggi (diatas cap) maka tindakan yang dilakukan manajer adalah menurunkan pendapatan, sehingga laba perusahaan akan menjadi lebih rendah. Tindakan ini dilakukan karena manajer tidak akan mendapatkan bonus yang lebih tinggi dari target yang telah ditentukan. Intinya manajer akan melakukan manajemen laba pada saat laba bersih berada diantara bogey dan cap. Penelitian yang telah dilakukan oleh Cheng dan Warfield (2005) menguji hubungan antara manajemen laba dengan insentif ekuitas. Hasilnya adalah insentif ekuitas berkorelasi positif dengan manajemen laba. Artinya, semakin tinggi insentif ekuitas yang diberikan kepada manajer, semakin tinggi kejadian manajemen laba yang dilakukan oleh manajer. Ini terkait hubungan antara kompensasi yang berdasarkan saham dan elemen insentif ekuitas lain dengan insentif manajer untuk meningkatkan harga saham jangka pendek. Hasil penelitian Beneish dan Vargus (2002) menunjukkan bahwa periode di mana akrual sangat tinggi berhubungan dengan penjualan saham oleh insiders. Di waktu yang sama laba dan return saham yang rendah mengikuti periode di mana terdapat akrual tinggi yang disertai penjualan oleh insiders. Bergstresser dan Philippon (2006) menguji hubungan antara manajemen laba dan CEO insentif dengan menggunakan pendekatan discretionary accruals model Jones. 

2.3.2  Motivasi Politik (Political Motivations)

Perusahaan besar yang aktivitasnya berhubungan dengan publik atau perusahaan yang bergerak dalam industri strategis seperti minyak dan gas akan sangat mudah untuk diawasi. Perusahaan seperti ini cenderung untuk mengelola labanya. Pada perioda kemakmuran perusahaan menggunakan prosedur dan praktik-praktik akuntansi yang meminimalkan laba bersih perusahaan. Sebaliknya, publik akan mendorong pemerintah untuk meningkatkan peraturan untuk menurunkan profitabilitas mereka. Contoh hasil penelitian yang lain pada industri perbankan, yaitu tingkat manajemen laba dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya adalah regulasi perbankan tentang tingkat kesehatan, regulasi perbankan tentang kehati-hatian serta adanya asimetri informasi yang merupakan peluang untuk dapat melakukannya (Rahmawati 2006). 

Selain itu banyak perusahaan yang cukup nampak secara politis. Hal ini juga berlaku untuk perusahaan besar karena aktivitas mereka menyentuh sebagian besar orang. Perusahaan dalam industri strategis seperti minyak dan gas, seperti halnya perusahaan monopolistik atau perusahaan yang mendekati monopolistik seperti perusahaan penerbangan dan perusahaan pembangkit tenaga listrik. Perusahaan itu ingin mengelola earningnya untuk mengurangi jarak penglihatannya (visibility). Hal ini memerlukan contohnya praktek dan prosedur akuntansi yang dapat meminimalkan income bersih yang telah dilaporkan, khususnya selama periode kesejahteraan tinggi.s sebaliknya, tekanan publik dapat timbul bagi pemerintah yang ingin melakukan intervensi dengan meningkatkan regulasi atau dengan sarana lain guna mengurangi profitabilitas.

2.3.3  Motivasi Perpajakan (Taxation Motivations) 

Motivasi penghematan pajak menjadi motivasi manajemen laba yang paling nyata. Namun demikian, kewenangan pajak cenderung untuk memaksakan aturan akuntansi pajak sendiri untuk menghitung pendapatan kena pajak. Seharusnya secara umum perpajakan tidak mempunyai peran besar dalam keputusan manajemen laba. Penelitian Maydew (1997) membuktikan bahwa penghematan pajak menjadi insentif bagi manajer (khususnya manajer yang mengalami net operating loss pada tahun 1986-1991) untuk mempercepat pengakuan biaya dan menunda pengakuan pendapatan. Di USA, perusahaan yang mengalami net operating loss diijinkan untuk mengkompensasi rugi operasi tersebut dengan laba tiga tahun sebelumnya (atau dengan laba 15 tahun yang akan datang). Dampak dari kompensasi rugi terhadap laba adalah restitusi pajak. Perubahan tingkat pajak pada tahun 1987 di Amerika akibat TRA (tax reform act) adalah akibat memaksimalkan restitusi pajak yang didapatkan dari perusahaan mengalami kerugian pada tahun 1986-1991, karena restitusi tersebut didasarkan atas tarif pajak yang berlaku pada tahun pajak ditarik. Guenther (1994) menginvestigasi pengaruh publikasi TRA terhadap perusahaan di Amerika. Berbeda dengan Maydew, Guenther memilih mengevaluasi perusahaan yang tidak mengalami net operating loss. Penelitian Guenther berhasil membuktikan bahwa tingkat akrual perusahaan besar relatif lebih rendah dibanding tingkat akrual perusahaan kecil. Aktivitas manajemen laba dengan motivasi pajak dapat terdeteksi dengan book-tax differences, yaitu dilakukan dengan cara menaikkan kewajiban pajak tangguhan bersih (yaitu kewajiban pajak tangguhan dikurangi aktiva pajak tangguhan bersih), dan mengakibatkan naiknya beban pajak tangguhan (deferred tax expense). Pendapat ini konsisten dengan Phillips et al. (2003) yang membuktikan bahwa beban pajak tangguhan, yang merupakan wakil empirik untuk book-tax differences, menghasilkan total akrual dan ukuran abnormal akrual dalam mendeteksi manajemen laba untuk menghindari laba menurun. Selanjutnya Phillips et al. (2004), Rahmawati dan Solikhah (2008), serta Subekti dkk. (2008) menggunakan komponen-komponen perubahan dalam aktiva pajak tangguhan dan kewajiban pajak tangguhan untuk mendeteksi manajemen laba untuk menghindari laba menurun.

2.3.4 Motivasi Perubahan Chief Executif Officer (Changes of CEO Mativations)

Manajemen laba juga terjadi disekitar waktu pergantian CEO. Hipotesis program bonus memprediksi bahwa ketika waktu mendekati pengunduran diri CEO maka tindakan yang dilakukan adalah memaksimalkan laba untuk meningkatkan bonus mereka. Sedangkan CEO yang kinerjanya buruk akan melakukan manajemen laba untuk memaksimalkan laba mereka dengan tujuan mencegah atau menunda pemberhentian mereka. Motivasi melakukan manajemen laba juga dapat dilakukan oleh CEO baru, terutama jika cost dibebankan pada tahun transisi, melalui penghapusan operasi yang tidak diinginkan atau divisi yang tidak menguntungkan.

2.3.5 Initial Public Offering (IPO)

Berdasarkan definisinya, perusahaan yang melakukan IPO masih belum mempunyai harga pasar. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana menilai saham dari perusahaan ini. Oleh karena itu, informasi akuntansi keuangan yang dimasukkan kedalam prospektus menjadi sumber informasi yang berguna. Contoh, Hughes (1986) menunjukkan secara analitis bahwa informasi seperti income bersih dapat menjadi hal yang berguna untuk membantu memberikan tanda tentang nilai perusahaan pada investor, dan Clarkson, Dontoh, Richardson dan Sefcik (1992) menemukan temuan empirik bahwa pasar memberikan respon secara positif kepada peramalan earning sebagai sinyal nilai perusahaan. Hal ini menimbulkan kemungkinan bahwa manajer dari perusahaan yang go publik mengelola earning yang dilaporkan dalam prospektusnya dengan harapan untuk menerima harga yang lebih tinggi untuk saham mereka.

2.3.6 Motivasi Perjanjian Utang (Debt Covenants Motivations)

Manajemen laba dengan tujuan untuk memenuhi perjanjian utang timbul dari kontrak utang jangka panjang. Perjanjian utang bertujuan melindungi peminjam terhadap tindakan manajer. Pelanggaran terhadap covenant mengakibatkan cost yang tinggi terhadap perusahaan, oleh karena itu manajer berusaha untuk menghindari terjadinya pelanggaran terhadap covenant

Manajemen laba untuk tujuan perjanjian diprediksi oleh hipotesis perjanjian hutang dari teori akuntansi positif. Berdasarkan hal itu maka pelanggaran perjanjian dapat menimbulkan  biaya yang sangat besar, sehingga manajer perusahaan akan akan berusaha menghindarinya. Bahkan mereka berusaha menghindari dekat dengan pelanggaran tersebut, karena hal itu akan membatasi kebebasan mereka untuk bertindak dalam menjalankan perusahaan. Jadi manajemen laba dapat timbul sebagai sarana untuk mengurangi probabilitas pelanggaran perjanjian dalam kontrak hutang.

Manajemen laba dalam konteks perjanjian hutang yang diselidiki oleh Sweeney (1994) untuk sampel perusahaan yang mengalami kegagalan dalam kontrak hutang, Sweeney menemukan penggunaan perubahan akuntansi yang dapat meningkatkan income yang secara signifikan lebih besar daripada sampel kontrol, dan juga menemukan bahwa perusahaan yang gagal memenuhi kontrak itu cenderung menjalankan adopsi standar akuntansi baru yang lebih awal ketika hal ini meningkatkan income bersih yang dilaporkan, dan begitu pula sebaliknya.

2.3.7Motivasi Memenuhi Ekspektasi Laba Investor dan Mempertahankan Reputasi

Pengharapan dari investor bisa dalam bentuk berbagai cara.   Sebagai contohnya, kemungkinan bisa didasarkan kepada laba dari periode yang sama pada tahun sebelumnya atau analisa terkini atau perkiraan yang dilakukan oleh perusahaan.

Perusahaan yang menawarkan laba lebih besar dari nilai yang diharapkan (keterkejutan penghasilan positif) secara tipikal akan menikmati peningkatan share price secara signifikan, sejalan dengan revisi investor kepada probabilitas mereka dari performa baik di masa mendatang.  Sebagai kebalikannya, maka perusahaan dengan kejutan laba negative akan mengalami penurunan share price secara signifikan.  Bartov, Givoly, dan Hayn (2002) dalam studi yang dilakukan selama tahun 1983 – 1997, mendokumentasikan mengenai return dari share abnormal yang secara signifikan untuk perusahaan – perusahaan yang melebihi perkiraan analisa laba terbaru dari mereka, yang relative terhadap perusahaan yang mengalami kegagalan dalam memenuhi perkiraan analisa laba. 

Skinner dan Sloan (2002) dalam studi yang dilakukan selama tahun 1984 – 1996, mendokumentasikan negative share returns untuk perusahaan – perusahaan yang mengalami kegagalan memenuhi perkiraan laba mereka.  Nilai ini secara signifikan adalah lebih besar jika dibandingkan dengan return positif dari perusahaan yang mampu melebihi perkiraan laba mereka.  Hal ini menunjukkan bahwa pasar akan memberikan penal kepada perusahaan yang mengalami kegagalan untuk memenuhi pengharapan dibandingkan dengan reward yang mereka terima ketika melebihi ekspektasi.

 

2.4 Kebaikan Earning Management

2.4.1 Mebuka Komunikasi Yang Diblok/Terhambat

Konsep komunikasi yang terhambat dari Demski dan Sappington (1987a) (DSa).  Secara frekuen, maka agen yang memperoleh informasi yang dispesialissikan sebagai bagian dari keahlian mereka, dan jenis informasi ini kemungkinan besar akan bernilai untuk berkomunikasi kepada principal, yakni membuka komunikasi yang di terhambat diantara perusahaan/manajer dengan pemilik perusahaan atau investor. DSa menunjukkan kehadiran dari komunikasi yang diblokir yang bisa menurunkan efisiensi dari kontrak agensi, karena agent kemungkinan akan kekurangan perolehan informasi dan berkompensasi dengan bertindak, Jika hal ini terjadi, maka principal akan menerima insentif untuk mencoba mengeliminasi atau menurunkan blockade informasi.

2.5  Kelemahan Earning Management

2.5.1Manajemen Laba Oportunistik

Disamping teori dan bukti yang bertanggung jawab untuk manajemen laba, maka terdapat juga bukti mengenai manajemen laba yang buruk.  Untuk perspektif yang berkontrasksi, maka hal ini bisa dihasilkan dari prilaku manajer yang oportunistik.  Tendensi dari manajer untuk menggunakan manajemen laba untuk memaksimalkan perolehan bonus dari mereka, seperti yang disokumentasikan oleh Healey yang bisa diitenpretasikan dalam cara ini sebagai contohnya.

Seperti telah disebutkan sebelumnya, maka motivasi lain untuk manajemen laba yang buruk akan  muncul ketika manajer berkeinginan untuk meningkatkan capital share yang baru dan ingin memaksimalkan proses dari isu baru.  Sejumlah accrual rahasia bisa dipergunakan untuk  meningkatkan net income yang dilaporkan dalam jangka pendek, seperti mempercepat pengenalan dari keuntungan, memperpanjang kemanfaatan dari asset capital, menyusutkan cost restorasi dan lingkungan dan sebagainya. 

 2.6 Strategi Earning Management

Banyak cara atau strategi yang dapat dilakukan oleh manajer untuk mempengaruhi waktu, jumlah, atau makna transaksi dalam pelaporan keuangan dengan melakukan pemilihan metode akuntansi dan accounting judgment (Merchant dan Rockness, 1994), yang dikutip oleh Sari (2005). Menurut Scott (2003:383) berbagai pola atau startegi yang sering dilakukan manajer dalam earning management adalah:

2.6.1 Taking a bath

Terjadinya taking a bath pada periode stress atau reorganisasi termasuk pengangkatan CEO baru. Bila perusahaan harus melaporkan laba yang tinggi, manajer dipaksa untuk melaporkan laba yang tinggi, konsekuensinya manajer akan menghapus aktiva dengan harapan laba yang akan datang dapat meningkat. Bentuk ini mengakui adanya biaya pada periode yang akan datang sebagai kerugian pada periode berjalan, ketika kondisi buruk yang tidak menguntungkan tidak dapat dihindari pada periode tersebut. Untuk itu manajemen harus menghapus beberapa aktiva dan membebankan perkiraan biaya yang akan datang pada saat ini serta melakukan clear the desk, sehingga laba yang dilaporkan di periode yang akan datang meningkat.

2.6.2 Income Minimization

Bentuk ini mirip dengan ”taking a bath”, tetapi lebih sedikit ekstrim, yakni dilakukan sebagai alasan politis pada periode laba yang tinggi dengan mempercepat penghapusan aktiva tetap dan aktiva tak berwujud dan mengakui pengeluaran-pengeluaran sebagai biaya. Pada saat profitabilitas perusahaan sangat tinggi dengan maksud agar tidak mendapat perhatian secara politis, kebijakan yang diambil dapat berupa penghapusan atas barang modal dan aktiva tak berwujud, biaya iklan dan pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan, hasil akuntansi untuk biaya eksplorasi.

2.6.3 Income Maximization

Tindakan ini bertujuan untuk melaporkan net income yang tinggi untuk tujuan bonus yang lebih besar. Perencanaan bonus yang didasarkan pada data akuntansi mendorong manajer untuk memanipulasi data akuntansi tersebut guna menaikkan laba untuk meningkatkan pembayaran bonus tahunan. Jadi tindakan ini dilakukan pada saat laba menurun. Perusahaan yang melakukan pelanggaran perjanjian hutang mungkin akan memaksimalkan pendapatan.

2.6.4 Income Smoothing

Bentuk ini mungkin yang paling menarik. Hal ini dilakukan dengan meratakan laba yang dilaporkan untuk tujuan pelaporan eksternal, terutama bagi investor karena pada umumnya investor lebih menyukai laba yang relatif stabil.

Teknik untuk merekayasa laba dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok (Setiawati dan Na’im, 2000). Pertama yaitu memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi, antara lain: estimasi tingkat piutang tak tertagih, estimasi kurun waktu depresiasi aktiva tetap atau amortisasi aktiva tak berwujud, estimasi biaya garansi. Kedua yaitu mengubah metode akuntansi. Perubahan metode akuntansi yang digunakan untuk mencatat suatu transaksi, contoh: mengubah metode depresiasi aktiva tetap yaitu dari metode depresiasi angka tahun ke metode depresiasi garis lurus. Ketiga yaitu menggeser periode

biaya atau pendapatan, misalnya: mempercepat atau menunda pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan sampai periode akuntansi berikutnya, mempercepat atau menunda pengeluaran promosi sampai periode akuntansi berikutnya, mempercepat atau menunda pengiriman produk ke pelanggan, menjual investasi sekuritas untuk memanipulasi tingkat laba, mengatur saat penjualan aktiva tetap yang sudah tidak dipakai.

Pendekatan lain yang digunakan dalam mengendalikan net income (Lontoh dan Lindrawati, 2004): Pertama, dengan mengendalikan transaksi-transaksi akrual, dimana transaksi akrual memiliki pengaruh terhadap pendapatan dan biaya namun tidak tampil pada arus kas. Contoh: amortisasi dan depresiasi adalah sepenuhnya dikuasai oleh perusahaan dalam hal menentukan masa manfaatnya sehingga perusahaan dapat mengatur besarnya pembebanan pada biaya sesuai keinginan manajemen dalam rangka mencapai hasil akhir pada net income yang diinginkan. Terdapat dua konsep akrual yaitu: discretionary accrual dan non discretionary accrual. Discretionary accrual adalah pengakuan akrual laba atau beban yang bebas tidak diatur dan merupakan pilihan kebijakan manajemen, sedangkan non discretionary accrual adalah pengakuan akrual laba yang wajar, yang tunduk pada suatu standar atau prinsip akuntansi yang berlaku umum. Kedua, dengan mengubah kebijakan akuntansi, manajemen juga dapat menentukan net income yang diinginkan, namun hasrat manajemen untuk melaksanakan hal ini tidak sekuat accrual items. Alasannya adalah manajemen harus menjelaskannya dalam disclosure pada laporan keuangan tahunan. Dan alasan ini adalah bahwa standar akuntansi tentang konsistensi mencegah terjadinya perubahan kebijakan akuntansi sesering mungkin. Contohnya adalah merubah metode pencatatan dari LIFO menjadi FIFO.

Earning management merupakan fenomena yang sukar dihindari karena fenomena ini hanya dampak dari penggunaan dasar akrual dalam penyusunan laporan keuangan. Dasar akrual disepakati sebagai dasar penyusunan laporan keuangan karena dasar akrual memang lebih rasional dan adil dibandingkan dasar kas. Sebagai contoh, dengan dasar kas, pembelian aktiva tetap secara tunai senilai seratus juta rupiah mesti dibebankan sebagai biaya pada periode saat pembelian aktiva tersebut, meskipun aktiva tersebut akan bermanfaat bagi perusahaan selama 10 tahun. Jika laporan rugi laba disusun dengan dasar kas, maka besar kemungkinan dalam periode tersebut perusahaan dinyatakan mengalami rugi. Jadi pada dasarnya, basis akrual dipilih dengan tujuan untuk menjadikan laporan keuangan lebih informatif yaitu laporan keuangan yang benar-benar mencerminkan kondisi yang sebenarnya. Sayangnya, akrual yang ditujukan untuk menjadikan laporan yang sesuai fakta ini sedikit dapat digerakkan (tuned)sehingga dapat mengubah angka laba yang dihasilkan.

2.7 Pengukuran Earning Management

Manajemen laba dapat diukur dengan model DA. Model ini menjelaskan bahwa manajer memiliki diskresi untuk menggunakan akuntansi akrual sebagai alat pengelolaan laba (Jones 1991). Model Jones mengasumsikan bahwa perubahan pendapatan dan aktiva tetap bruto merupakan akrual yang ditimbulkan dari transaksi ekonomi perusahaan dan bersifat tidak dapat dikelola (unmanaged); dalam hal ini, perubahan pendapatan dan aktiva tetap bruto mencerminkan perubahan modal kerja dan biaya penyusutan. Model Jones meregresikan total accruals sebagai fungsi dari perubahan pendapatan dan aktiva tetap. Koefisien regresi ini digunakan untuk mengestimasi NDA. Residual regresi dianggap sebagai DA. Dengan asumsi bahwa perubahan penjualan kredit merupakan peluang manajemen laba, Dechow et al. (1995) memodifikasi model Jones, dengan membuat penyesuaian bahwa perubahan pendapatan harus dikurangi perubahan piutang. Penyesuaian ini untuk mengendalikan kebijakan penjualan kredit. Model Jones modifikasian ini diformulasikan sebagai berikut

DAit/Ait-1 = TAit/Ait-1 – [(50 (1/Ait-l ) + (M [(AREVit – ARECit)/Ait-l[ + (32 (PPEit / Ait-1)]

DAit = discretionary accruals perusahaan i pada tahun t,

Ait-1 = total aktiva perusahaan i pada tahun t-1,

 TAi t = total akrual perusahaan i pada tahun t,

AREVit = perubahan pendapatan perusahaan i dalam tahun t,

 ARECit = perubahan piutang usaha perusahaan i dalam tahun t, dan

PPEit = aktiva tetap bruto perusahaan i pada tahun t.

Model Jones modifikasian merupakan model terbaik dalam pendeteksian manajemen laba (Dechow et al. 1995).

 

 

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

           Pemahaman atas Earning Management (Manajemen Laba) dapat di klasifikasian  menjadi dua. Pertama, melihatnya sebagai perilaku oportunis manajer untuk memaksimalkan utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi, kontrak utang, dan political costs (oportunistic Earnings Management). Kedua, dengan memandang manajemen laba dari perspektif efficient contracting (Efficient Earnings Management), dimana manajemen laba memberi manajer suatu fleksibilitas untuk melindungi diri mereka dan perusahaan dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak terduga untuk keuntungan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak.

Earning Management dapat terjadi karena tiga faktor yaitu dengan cara: pemanfaatan transaksi akrual, perubahan metoda akuntansi, dan penerapan suatu kebijakan. Earning management merupakan tindakan manajer untuk meningkatkan (mengurangi) laba yang dilaporkan saat ini atas suatu unit dimana manajer bertanggung jawab, tanpa mengakibatkan peningkatan (penurunan) profitabilitas ekonomis jangka panjang unit tersebut.

Earning management terjadi ketika para manajer menggunakan keputusannya dalam pelaporan keuangan dan dalam melakukan penyusunan transaksi untuk mengubah laporan keuangan baik untuk menimbulkan gambaran yang salah bagi stakeholder tentang kinerja ekonomis perusahaan, ataupun untuk mempengaruhi hasil kontraktual yang bergantung pada angka-angka akuntansi yang dilaporkan

Dalam konsep Earning Management yang mempunyai motivasi signaling mencatat discretionary accruals untuk mencerminkan secara lebih baik impak kejadian ekonomi pokok terhadap kinerja perusahaan. Manajemen mencatat discretionary accruals untuk menyampaikan informasi privat mengenai kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba di masa yang akan datang, atau agar laba menjadi ukuran yang lebih dapat dipercaya dan tepat waktu mengenai kinerja perusahaan kini daripada laba non discretionary accruals, sementara itu adanya Discretionary accruals disebut juga dengan abnormal accruals sering digunakan sebagai proksi manajemen laba opurtunistik dalam beberapa penelitian sebelumnya sesuai dengan konteksnya masing-masing, tetapi manajer mungkin mempunyai motivasi lain untuk mencatat discretionary accruals yaitu untuk memberikan sinyal mengenai kinerja perusahaan saat ini dan masa yang akan datang.

Adanya Earning Management pada entitas bisnis tidak terlepas dari berbagai macam atau faktor motivasi yang mendasarinya adapun beberapa motivasi yang terkait dengan pelaksanaan Earning Manajemen yakni,motivasi bonus,motivasi politik,motivasi perpajakan,motivasi pergantian chief executif officer (CEO),motivasi initial public offering (IPO), motivasi perjanjian hutang, dan motivasi untuk memenuhi ekspektasi dan mempertahankan reputasi, selain itu terdapat beberapa langkah atau cara yang di lakukan oleh entitas bisnis terkait dengan earning manajemen yaitu dengan Taking a bath, Income Minimization, Income Minimization dan Income Smoothing.

Manajemen laba (Earning Management) dapat diukur dengan model DA. Model ini menjelaskan bahwa manajer memiliki diskresi untuk menggunakan akuntansi akrual sebagai alat pengelolaan laba (Jones 1991). Model Jones mengasumsikan bahwa perubahan pendapatan dan aktiva tetap bruto merupakan akrual yang ditimbulkan dari transaksi ekonomi perusahaan dan bersifat tidak dapat dikelola (unmanaged); dalam hal ini, perubahan pendapatan dan aktiva tetap bruto mencerminkan perubahan modal kerja dan biaya penyusutan. Model Jones meregresikan total accruals sebagai fungsi dari perubahan pendapatan dan aktiva tetap. Koefisien regresi ini digunakan untuk mengestimasi NDA.

3.2 Saran

      Dari pembahasan Earning Management yang terdapat dalam makalah ini maka penulis dapat memberikan saran terkait dengan pengembagan dan pengawasan Earning Magement pada entitas bisnis :

      Pertama, Earning Management merupakan salah satu bentuk praktek akuntansi yang ada pada entitas bisnis khususnya banyak terdapat pada perusahaan manufaktur, oleh karena itu penulis menyarankan agar kiranya kedepan peneliti yang tertarik untuk mengetahui konsep earning manajemen lebih dalam lagi melakukan penelitian pada perusahaan yang bergerak di bidang jasa.

     Kedua, Karena dalam implementasinya konsep earning management tidak terlepas dari akuntansi acrual yang terdiri dari  non discretionary accruals dan discretionary accruals di mana sangat sulit untuk mendeteksi discretionary accruals yang dimiliki oleh seorang manajer maka dibutuhkan suatu formula pengawasan terhadap perusahaan yang lebih dapat menjangkau sisi yang selama ini tidak di ketahui oleh pihak eksternal terkait dengan Earning managemen, maka di sarankan bagi peneliti atau siapapun yang akan melakukan risearch terkait dengan earning manajemen maka sebaiknya meniliti sistem atau proses pengawasan pihak external (pemilik perusahaan) terkait dengan earning manajemen yang di lakukan oleh perusahaan dalam hal ini manajer.

 

 

 DAFTAR PUSTAKA

Demski,J., dan D.E.M. Sappington, ”Fully Revealing Income Measurement,” The Accounting Review (April 1990),pp.363-383

 Eko Widodo Lo, “ Manajemen Laba : Suatu sintesa Teori”, Jurnal Akuntansi dan manajemen, Vol. XVI, No. 3, Desember 2005, pp. 173-181

 Healy Paul M. (1985). “The Effect of Bonus Schemer on Accounting Discretions”. Journal of Accounting and Economics Vol. 7 : 85-107

 Healy, P.M., and Palepu. K. G. 2001. Information Asymmetry, Corporate Disclosure, and the Capital Markets: A Review of the Empirical Disclosure Literature. Journal of Accounting and Economics 31 (1-3): 405-440.

 Jones, Jennifers (1991), “Earnings Management During Import Relief Investigation”.

Journal of Accounting Research 29 Autumn. p. 193-228.

 Scott, William R. (1997). “ Financial Accounting Theory”. New Jersey Prentice-Hall International, A Simon Schuster Company. Upper Suddle River. p 38-39

 Scott, W.R. 2012. Financial Accounting Theory. Toronto, Ontario: Pearson

       Education, inc. Canada.

 Sugiri, Slamet (1998). “Earning Management : Teori, Model, dan Bukti Empiris”. Telaah, hal 1-18

 Surifah. (2001). “Studi tentang Indikasi Unsur Manajemen Laba pada Laporan Keuangan Perusahaan Publik di Indonesia”. Jurnal Akuntansi dan Auditing. Vo. 5. No. 1. Juni. Hal. 81-99

 Suwardjono. 2005. Seri Teori Akuntansi : pelaporan akuntansi keuangan. Ed. 3 Yogyakarta: BPFE

 Widyaningdyah. (2001). “ Analisis Faktor yang Berpengaruh terhadap Earnings Management pada Perusahaan Go Public di Indonesia”. Jurnal Akuntansi dan Keuangan. Vol 03. No. 02. November 2001. hal. 89-101

Yan Z Hang, Pinghsun Huang, Donald R Deis Jr, Jacquelyn, and Sue Moffitt, “ Relationship between discretionary accruals and value of firm, Oktober 2005.

 

 

 

 

 

 

 

Leave a comment